TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut kabinet Joko Widodo atau Jokowi yang melibatkan rivalnya, Prabowo Subianto, sebagai kabinet “kawin paksa”. "Kawin paksa terindikasi di internal koalisi Jokowi masih ada resistensi," kata Adi kepada Tempo, Senin malam, 21 Oktober 2019.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto diundang ke Istana Kepresidenan oleh Presiden Jokowi kemarin sore, Senin, 21 Oktober 2019. Seusai pertemuan, Prabowo memastikan partainya bergabung ke koalisi pemerintah. Dia juga mengatakan bahwa diminta Jokowi membantu di kabinet bidang pertahanan.
Menurut Adi, Partai Nasdem, Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa sebenarnya keberatan dengan hadirnya Prabowo dan Partai Gerindra di koalisi. Hal ini terlihat dari pernyataan sejumlah politikus tiga partai itu kendati mereka sudah menerima kunjungan Prabowo ke masing-masing partai.
Selain itu, Adi menyebut koalisi Jokowi dan Prabowo juga menggambarkan keanehan politik Indonesia. Perseteruan pada Pemilu 2019 seakan tidak berguna. Partai politik berantem, perang urat syaraf terbuka tapi setelah usai, semua berkongsi dalam satu kolam koalisi. “Naif saja pemilu kita."
Tindakan para elite itu hanya mengorbankan rakyat di akar rumput yang hingga kini belum akur. Menurut hasil surveinya, kata Adi, mayoritas pendukung masing-masing kubu tak mau Jokowi dan Prabowo berkoalisi. "Ini kabinet hasil oligarki elite yang tidak mencerminkan aspirasi rakyat."